ZEN'S Blogg

Berkarya ala Zen . Read More
0 komentar

belajar leasing AKP

Sabtu, 11 Februari 2012

PERBANDINGAN PSAK NO 30 DENGAN KMK NO 1169
Pengertian Leasing
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan:
“Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama."
Perbandingan PSAK No 30 dengan KMK No 1169 mengenai Leasing
Terdapat beberapa perbedaan mengenai leasing, antara PSAK No 30 dengan KMK No 1169. Perbedaan tersebut antara lain:
PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa
KMK No. 1169/KMK.01/1991
Capital Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)
Persyaratan
  1. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
  2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewa gunausaha serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha (full payout lease).
  3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
  1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
  2. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
  3. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Pendapatan & Biaya Lessor
a. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
b. Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala (periodic rate of return) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.
c. Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
d. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
  1. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
  2. lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi;
  3. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
Biaya Lessee
  1. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam Jumlah yang tidak sama setiap periode.
  2. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam Jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
  1. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
  2. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
  3. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan
Operating Lease (Sewa Biasa)
Persyaratan
Kalau salah satu kriteria capital lease tidak terpenuhi maka transaksi sewa guna usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).
  1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
  2. perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Pendapatan & Biaya Lessor
  1. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam Jumlah yang tidak sama setiap periode.
  2. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam Jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
  1. seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
  2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi
Biaya Lessee
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam Jumlah yang tidak sama setiap periode.
pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perbedaan paling mendasar adalah tidak diperbolehkannya depresiasi baik bagi lessor dan lessee dalam SGU dengan hak opsi dalam peraturan perpajakn di Indonesia. Namun sebenarnya peraturan pajak memberi pembebanan yang sama bagi lessee seperti pada PSAK dimana lessee diperbolehkan mengurangkan jumlah angsuran pembayaran leasing. Angsuran ini jumlahnya akan sama dengan biaya bunga dan biaya depresiasi karena jumlah utang leasing adalah nilai aktiva ditambah dengan bunga leasing.

 Sales and lease back
PSAK No. 30 menyatakan: “Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewagunausaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease. KMK No. 1169/KMK.01/1991 tidak mengatur khusus masalah ini sehingga dalam prakteknya sering terjadi kesalahpahaman.

0 komentar

GFS : Anggaran Sebagai Gambaran Arah Kebijakan Publik Pemerintah

Senin, 14 November 2011


Penganggaran
Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi keuangan, Pemerintah menggunakan klasifikasi anggaran yang dikembangkan mengacu pada Government Finance Statistic (GFS) sebagaimana yang dudah diterapkan di berbagai negara. Klasifikasi anggaran dimaksud terdiri dari klasifikasi menurut fungsi, menurut organisasi, dan menurut jenis belanja.

                Dalam rangka penyusunan anggaran, proses dipilah menjadi dua tahapan, yaitu tahap perencanaan dan tahap penganggaran. Tahap perencanaan pada pemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedang pada pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahap penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat dan dikelola oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah di Pemerintah Daerah.

                Proses pengesahan RAPBN dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPR, pada RAPBD ada tambahan proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD yang telah disetujui oleh DPRD dilakukan oleh gubernur untuk RAPBD kabupaten/kota dan Mendagri untuk RAPBD provinsi. Proses evaluasi yang diatur dalam UU 32/2004 dan diatur lebih lanjut dalam PP 58/2005 bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Laporan Keuangan
Laporan Keuangan yang disusun pada saat ini menggunakan kaidah-kaidah akuntansi yang telah diakui secara internasional sesuai dengan sistem Government Finance Statistics (GFS). Seluruh data dalam sistem GFS terdiri atas aliran dana (flows) maupun posisi keuangan (stocks). Aliran dana merupakan pernyataan dalam bentuk uang (monetary expression) dari tindakan-tindakan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit dan kejadian-kejadian lain yang mempengaruhi status ekonomi suatu unit yang terjadi sepanjang suatu periode akuntansi. Sedangkan posisi keuangan menggambarkan posisi aset dan kewajiban dari unit-unit pada waktu tertentu dan posisi nilai kekayaan bersih unit tersebut, yang nilainya sama dengan total aset dikurangi total kewajiban.
Aliran dana dan posisi keuangan yang dicatat di sistem GFS merupakan catatan yang terintegrasi, yang berarti bahwa seluruh perubahan posisi keuangan dapat sepenuhnya dijelaskan oleh aliran dana. Dengan kata lain, hubungan berikut ini berlaku untuk setiap posisi keuangan:
S1 = S0 + F
Di mana S0 dan S1 merupakan nilai-nilai dari posisi keuangan pada awal periode dan akhir periode akuntansi, dan F merupakan nilai bersih dari aliran dana sepanjang periode yang mempengaruhi posisi keuangan. Pada umumnya, nilai posisi keuangan yang dimiliki oleh suatu unit pada suatu waktu tertentu merupakan nilai kumulatif dari seluruh aliran dana yang mempengaruhi posisi keuangan yang terjadi sejak unit yang bersangkutan pertama kali memperoleh posisi keuangan tersebut.
Government Financial Statistics
Sistem GFS adalah suatu alat kuantitatif yang mendukung analisis fiskal. Agar analisis kebijakan fiskal efektif, output dari sistem statistik harus memfasilitasi suatu identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan penilaian akibat kondisi ekonomi yang terjadi dari kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah dan kegiatan-kegiatan lainnya, dan juga kesinambungan kebijakan dan aktivitas pemerintah tersebut. Kerangka kerja analitis pada Manual GFS edisi kedua mengolah system GFS 1986 dan mengembangkannya dengan menggabungkan elemen-elemen tambahan yang berguna dalam penilaian kebijakan fiskal. Inti dari kerangka kerja analitis adalah satu kesatuan dari empat laporan keuangan, yaitu: Laporan Operasi Pemerintah, Laporan Aliran Dana Ekonomi Lainnya, Neraca, dan Laporan Sumber dan Penggunaan Kas. Tiga dari laporan-laporan tersebut dapat digabung untuk menggambarkan bahwa seluruh perubahan dalam posisi keuangan dihasilkan dari aliran dana.
Laporan Operasi Pemerintah menyajikan rincian transaksi dalam pendapatan, biaya, perolehan bersih aset non finansial, perolehan bersih asset finansial, dan nilai bersih perubahan kewajiban. Laporan Aliran Dana Ekonomi Lainnya menyajikan pengaruh-pengaruh dalam nilai kekayaan bersih pemerintahan yaitu perubahan dalam nilai atau volume aset, kewajiban, dan atau nilai kekayaan bersih yang bukan hasil transaksi pemerintah. Neraca menyajikan posisi aset dan kewajiban pada akhir periode akuntansi. Laporan Sumber dan Penggunaan Kas menunjukkan jumlah total dari kas yang dihasilkan atau diserap oleh: operasi tahun berjalan, transaksi dalam aset non finansial, dan transaksi-transaksi yang melibatkan aset dan kewajiban finansial selain kas itu sendiri.
Tujuan utama sistem GFS adalah memberikan suatu kerangka kerja konseptual dan kerangka akuntansi yang komprehensif sehingga dapat digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kebijakan fiskal suatu negara baik disektor pemerintah maupun di sektor publik yang lebih luas. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sistem GFS dirancang untuk menyediakan data statistik yang memungkinkan para pengambil keputusan dan para analisis untuk mempelajari perkembangan/progress dalam operasi keuangan, posisi keuangan, dan kondisi likuiditas dari sektor pemerintah dan sektor publik secara konsisten dan sistematik. Komponen pokok laporan keuangan GFS terdiri dari a) The Statement of Government Operations, b) The Statement of Other Economic Flows, c) The Balance Sheet, d) A Statement of Source and Uses of Cash. Pos – pos yang terdapat dalam tiap laporan keuangan GFS memiliki karakteristik tersendiri bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam Draft Standar Akuntansi Berbasis Akrual. Hal tersebut dapat menjadi poin penting dalam penerapan best practice untuk pelaporan keuangan pemerintah pusat.
Klasifikasi Fungsional
Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Penerapan klasifikasi fungsional mendukung performance-based budgeting dengan memberikan evaluasi kinerjanya. Tidak seperti klasifikasi sektoral yang cenderung mengalokasikan kepada sector tertentu, klasifikasi fungsional lebih menekankan fungsi yang dilakukan pemerintah sehingga stakeholder dapat mengukur tingkat keberhasilan pemerintah. Klasifikasi fungsi dan subfungsi hanya akan digunakan sebagai alat analisis, sedangkan anggaran pengeluarannya disiapkan berdasarkan program-program yang telah diajukan oleh tiap Kementrian Negara/ Lembaga.
Seperti disebutkan di atas, penerapan klasifikasi fungsi oleh pemerintah mengacu pada GFS yang diperkenalkan oleh IMF seperti yang disebutkan dalam manual GFS dimana fungsi pemerintahan di breakdown ke dalam 10 fungsi (COFOG). Namun dalam pelaksanaan di Indonesia, pemerintah hanya mengadopsinya menjadi 11 fungsi dan 79 subfungsi, (lihat lampiran B). Fungsi-fungsi tersebut antara lain: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Selain itu, belanja-belanja tersebut juga dibagi menjadi 174 program yang dikelompokkan dalam 10 jenis program, misalnya: Pelayanan umum pemerintah, Pertahanan, Hukum dan Pengelolaan Pusat, Agama, Pariwisata dan budaya, Sumber daya manusia, ekonomi, pembangunan daerah, infrastruktur dan konservasi sumberdaya alam. Pendapatan Negara dibagi antara pendapatan dalam negeri dan hibah, dan Belanja terdiri dari Belanja Pusat dan Belanja Daerah.
Analisis Arah Kebijakan Publik
                Pada akhirnya, anggaran pemerintah dapat menggambarkan arah kebijakan yang akan pemerintah lakukan pada periode anggaran tertentu. Melalui analisis GFS kita dapat menentukan maupun membandingkan arah kebijakan public pemerintah dengan membandingkan angka – angka pada anggaran pemerintah menurut berbagai klasifikasi, terutama klasifikasi fungsi, dari periode anggaran tertentu.
                Anggaran yang disusun pemerintah akan selalu berpedoman pada rencana kerja yang telah disusun sebelumnya oleh pemimpin Negara, dalam hal ini adalah presiden, baik rencana kerja jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Proritas – prioritas yang telah ditentukan oleh presiden kemudian akan dijabarkan atau ditafsirkan oleh kementrian/lembaga dengan membuat recana kerja yang akan dijalankan sesuai dengan tupoksi masing – masing.
                Pemerintah yang pro rakyat akan menjalankan fungsi – fungsi pro rakyat dengan menganggarakan dana semaksimal mungkin untuk kemakmuran rakyatnya. Begitu pula sebaliknya jika pemerintah kurang begitu pro terhadap kepentingan rakyatnya maka akan tercermin pula pada anggarannya.
                Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang mampu mewadahi segala kepentingan yang tidak terbatas dengan menuangkannya pada anggaran pemerintah yang memiliki sumber daya terbatas. Perlu ada pengambilan keputusan yang tepat sehingga anggaran yang ditampilkan adalah sesua dengan rencana kerja serta arah kebijakan yang sudah digariskan sebelumnya.
(dari berbagai sumber)
0 komentar

Conflict of Interest pada Profesi Akuntan

Minggu, 30 Oktober 2011

Konflik kepentingan adalah pertentangan antara loyalitas sebagai seorang profesional dan kepentingan yang ada di luar itu, yang dapat mengurangi kredibilitas dari agen moral. Konflik pada umumnya terjadi akibat peran yang kita mainkan dalam kehidupan bermasyarakat, dan alasan itu melibatkan tugas yang khusus melebihi kewajiban sosial yang ada. Kesetiaan yang terbagi tidak melibatkan prinsip dasar nilai moral. Orangtua kita selalu mengajarkan kita untuk tidak berbohong, curang, ataupun mencuri. Mereka tidak mengatakan apapun mengenai konflik kepentingan. Faktanya di masa sekarang ini konflik kepentingan muncul sebagai pertanyaan dasar yang menyangkut kejujuran dan kebenaran, dua nilai prinsip dasar yang penting.

Secara umum, konflik kepentingan dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana seorang individu atau perusahaan (baik swasta maupun pemerintah) berada dalam posisi untuk mengeksploitasi kapasitas profesional atau pejabat dalam beberapa cara untuk kepentingan pribadi atau perusahaan. Tergantung pada hukum atau aturan yang terkait dengan sebuah organisasi tertentu, adanya konflik kepentingan tidak mungkin dalam dan dari dirinya sendiri. Bahkan, untuk professional sekalipun, maka hampir tidak mungkin untuk menghindari konflik kepentingan dari waktu ke waktu.
Suatu konflik kepentingan, bagaimanapun bisa menjadi masalah hukum misalnya ketika individu mencoba (dan / atau berhasil dalam) yang mempengaruhi hasil keputusan, untuk kepentingan pribadi. Seorang direktur atau eksekutif akan dikenakan kewajiban hukum jika melakukan koflik. Ada sering kebingungan diantara dua situasi. Sebagai contoh: dalam bidang bisnis dan kontrol, menurut Institute of Internal Auditor, konflik kepentingan adalah suatu situasi di mana auditor internal yang dipercaya, memiliki kepentingan profesional atau pribadi yang bersaing. kepentingan yang bersaing tersebut dapat mempersulit untuk tidak memihak.Suatu konflik kepentingan dapat mengganggu kemampuan individu untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara objektif. Cara terbaik untuk menangani konflik kepentingan adalah untuk menghindari konflik sepenuhnya. Kode etik membantu mengurangi masalah dengan konflik kepentingan karena mereka dapat menguraikan sejauh mana konflik tersebut harus dihindari, dan apa yang kedua belah pihak harus lakukan di mana konflik tersebut diperbolehkan oleh kode etik (pengungkapan, pengingkaran, dll). 

Selama beberapa dekade terakhir kantor akuntan publik telah memperluas layanan mereka untuk memberikan pelayanan jasa audit eksternal. Bagaimanapun Integrasi horizontal telah menyebabkan banyak kontroversi antara perusahaan-perusahaan akuntan publik, politisi, dan masyarakat umum. Banyak orang merasa bahwa dengan menyediakan jasa audit perusahaan, akuntan publik menciptakan konflik kepentingan. Masalah konflik kepentingan sudah terlihat dalam beberapa tahun terakhir karena banyak skandal perusahaan yang dipublikasikan. Salah satu contoh terkenal adalah kasus Enron dan perusahaan audit dan Arthur Andersen.

Auditor Independens terus menjadi masalah yang diperdebatkan disebabkan oleh kenyataan bahwa permintaan jasa akuntansi publik sangat diperlukan. Auditor Independens eksternal sangat diandalkan untuk menginformasikan laporan keuangan ke public di luar perusahaan. Dalam upaya untuk menegakkan auditor Independens dan untuk mencegah konflik kepentingan telah dibuat Standar untuk etika profesi akuntansi, di dalam EPA ini terdapat prinsip – prinsip yaitu : Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Profesi, Prinsip Kedua - Kepentingan Publik, Prinsip Ketiga – Integritas, Prinsip Keempat – Obyektivitas, Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Prinsip Keenam – Kerahasiaan, Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional, Prinsip Kedelapan - Standar Teknis

Inti sebuah profesi adalah komitmen untuk melayani dan melindungi kepentingan umum. Komitmen ini sangat penting, profesi akuntansi dipercaya dan harus melayani masyarakat untuk memberikan kebutuhan yang mereka inginkan. Sebagai imbalan atas kepercayaan ini, anggota profesi akuntansi harus bertindak dalam kepentingan terbaik untuk publik .
sumber: blogspot.com
0 komentar

AUDITTING

Senin, 24 Oktober 2011

 “AUDIT DAN AUDITOR”

Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yan dapat diukur menjadi suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan dengan criteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
Auditee adalah Objek/Perusahaan yang diaudit
Akuntan adalah sebutan dan gelar profesional yang diberikan kepada seorang sarjana yang telah menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi pada suatu Universitas atau Perguruan Tinggi dan telah lulus Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Ketentuan mengenai praktik Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Akuntan Publik :
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan public di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah.
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Memiliki Sertifikat Tanda Lulus USAP yang sah yang diterbitkan oleh IAPI atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik.
·         Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir.
·         Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
·         Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
·         Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
·         Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
·         Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
·         Menjadi anggota IAPI.
·         Tidak berada dalam pengampuan.
·         Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan "CPA Indonesia" (sebelum tahun 2007 disebut "Bersertifikat Akuntan Publik" atau BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh IAPI. Sertifikat akuntan publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai akuntan publik dari Kementerian Keuangan.


Auditing berbeda dengan Akuntansi. Perbedaannya adalah :
Auditing
Akuntansi
Bersifat analisis :
Berawal dari Laporan Keuangan – Neraca Saldo – Buku Besar – Buku Harian – Bukti-bukti transaksi
Bersifat konstruktif :
Berawal dari bukti-bukti transaksi - Buku Harian - Buku Besar - Neraca Saldo - Laporan Keuangan
Dilakukan oleh auditor independen (Kantor Akuntan Publik)
Dilakukan oleh Pegawai Perusahaan (Bagian AKuntansi)
Berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (Auditing Standard)
Berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan (Prinsip akuntansi yang berlaku umum)

Mengapa perlu dilakukan Audit ?
Laporan Keuangan perusahaan perlu diaudit oleh Auditor Independen/Kantor Akuntan Publik karena:
1.      Jika tidak diaudit kemungkinan mengandung salah saji yang menyesatkan para pemakai Laporan Keuangan untuk pengambilan keputusan.
2.      Unqualified Opinion atas Laporan Keuangan yang sudah diaudit akan lebih meyakinkan pengguna Laporan Keuangan bahwa Laporan Keuangan bebas dari salah saji material, dan disajikan sesuai degan Standar Akuntansi Keuangan
3.      Adanya keharusan dengan Departemen yang berwenang bagi perusahaan yang total asetnya lebih dari Rp 50 Milyar harus memasukkan Audited Financial Statementnya ke Departemen tersebut
4.      Ada keharusan bagi perusahaan yang Go Publik untuk memasukkan Audited Financial Statementnya ke BAPEPAM paling lambat 120 hari setelah akhir tahun buku
5.      SPPT yang didukung Audited Financial Statement lebih dipercaya oleh pihak pajak.
Jenis – jenis Audit :
1.      General Audit / Financial Statement Audit
Pemeriksaan terhadap laporan keuangan dilakukan oleh Auditor Independen. Bertujuan untuk dapat memberikan pendapat menjadi kewajaran laporan keuangan perusahaan secara keseluruhan.
2.      Special Audit
Pemeriksaan terbatas yaitu sesuai dengan permintaan Auditee yang dilakukan oleh Pemeriksa Independen dan pada akhir pemeriksaan auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
3.      Management Audit / Operational Audit
Pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk menilai apakah kegiatan oeprasi telah dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Auditor akan memberikan saran atau rekomendasi kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan.
4.      Compliance Audit
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah menaati peraturan/prosedur yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak internal perusahaan ataupun pihak eksternal perusahaan.
5.      Tax Audit
6.      Internal Audit
7.      Computer Audit
8.      Comprehensive Audit
Jenis-jenis Auditor :
1.      Auditor Independen/Auditor Eksternal/KAP
2.      Auditor Pemerintah
3.      Auditor Pajak
4.      Auditor Intern
Standar Auditing yang berlaku umum disebut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Standar Umumnya adalah :
1.      Audit harus dilaksanakan oleh seoran atau lebih yan memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor
2.      Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan independensi dan sikap mental harus dipertahanan oleh auditor
3.      Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, Auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar Pekerjaan Lapangan adalah:
1.      Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya
2.      Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
3.      Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui Inspeksi, Pengamatan, Pengajuan Pertanyaan, dan Konfirmasi.
Standar Pelaporannya adalah:
1.      Laporan Audit harus menyatakan apakah Laporan Keuangan telah disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi ayng berlaku umum
2.      Laporan Audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya Prinsip Akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan Laporan Keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan Prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya
3.      Pengungkapan Informatif dalam Laporan Keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam Laporan Audit.
4.      Laporan Audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai Laporan Keuangan secara keseluruhan atau suatu Asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan dalam semua hal yang mana Auditor dikaitkan dengan Laporan Keuangan. Laporan Audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan Auditor (jika ada), dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.